Presiden AS Barack Obama dalam pidatonya di Universitas Kairo,  Mesir, 4 Juni 2009 mengatakan, dunia berhutang besar kepada Islam.  Peradaban Islam telah mengusung lentera ilmu selama berabad-abad, dan  membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali dan era Pencerahan di Eropa.
Adalah inovasi dalam masyarakat Muslim yang mengembangkan urutan  aljabar; kompas magnet dan alat navigasi; keahlian dalam menggunakan  pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta  pengobatannya.
”Budaya Islam telah memberikan kita gerbang-gerbang yang megah dan  puncak-puncak menara yang menjunjung tinggi; puisi-puisi yang tak lekang  oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan  tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai,” paparnya. 
Pengakuan jujur Obama yang disampaikan dalam lawatannya ke Timur  Tengah itu mengingatkan kembali kepada kita, khususnya masyarakat Barat,  bahwa keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mereka capai  tak lepas dari capaian yang telah ditorehkan umat Islam sebelumnya.  Peradaban Islam mencapai zaman keemasannya saat para ilmuwan dan  cendekiawan Muslim banyak menghasilkan karya-karya monumental, menulis  rumus, menemukan teori, dan menciptakan temuan-temuan baru. Termasuk di  antaranya di bidang kimia.
Para ilmuwan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi  industri yang penting bagi peradaban dunia. Mereka menghasilkan  produk-produk dan temuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.  Sebut saja misalnya senyawa seperti asam sulfur, nitrat, nitrat silver,  potasium, dan alkohol. 
Mereka juga menemukan teknik-teknik kristalisasi, destilasi, dan  sublimasi. Dengan teknik-teknik tersebut peradaban Islam mampu  melahirkan industri-industri penting bagi umat manusia. Industri  farmasi, kesehatan, makanan/minuman, tekstil, perminyakan, dan bahkan  industri militer.
Masa keemasan Islam, abad 7-14 M, telah banyak melahirkan ilmuwan  yang karya-karyanya sangat monumental. Mereka antara lain Jabir Ibnu  Hayyan, Al-Biruni, Ibnu Sina, Ar-Razi, dan Al-Majriti. Jabir Ibnu Hayyan  yang hidup pada tahun 721 hingga 815 telah memperkenalkan eksperimen  (percobaan) kimia. 'Bapak Kimia Modern' ini, melalui serangkaian  eksperimen yang telah dilakukannya di laboratorium, mencoba  mengelaborasi zat-zat dan senyawa kimia. Eksperimen-eksperimen yang  dilakukannya bersifat kuantitatif. Jabir Ibnu Hayyan adalah penemu  proses-proses kimia seperti destilasi, kristalisasi, dan sublimasi. 
Selain itu, 'Geber' --sebutan Barat untuk Jabir-- juga menciptakan  alat-alat atau instrumen pengkristal, pemotong, pelebur, serta  menyempurnakan proses dasar sublimasi, kristalisasi, penguapan,  pencairan, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian. Alembic, yaitu alat  penyulingan yang terdiri dari dua tabung yang terhubung, ditemukan  pertama kali oleh Jabir Ibnu Hayyan pada abad ke-8. Alat Ini merupakan  alat penyulingan pertama di dunia, yang digunakan untuk memurnikan  zat-zat kimia. 
Jabir juga banyak menemukan zat-zat atau senyawa-senyawa penting  dalam ilmu kimia seperti asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, dan asam  klorida. Ia juga melakukan destilasi alkohol, membuat parfum, dan  membuat kapur. Karena jasanya, teori oksidasi-reduksi dapat terungkap.
Sementara itu Abu Raihan Al-Biruni, ilmuwan Muslim yang hidup pada  tahun 973 -1048 M, antara lain menciptakan Tabung Ukur, Botol Labu, dan  Pycnometer. Tabung Ukur (Conical Measure) berfungsi untuk  memudahkan penuangan cairan. Peralatan laboratorium yang terbuat dari  kaca berupa cangkir dan berbentuk kerucut dengan torehan di atasnya itu  ditemukan pertama kali oleh Al-Biruni pada abad ke- 11.
Al-Biruni juga menciptakan Botol Labu (Laboratory Flask).  Botol ini digunakan menampung cairan yang akan digunakan atau diuji di  laboratorium. Botol yang terbuat dari kaca bening ini, juga digunakan  untuk mengukur isi bahan kimia, mencampur, memanaskan, mendinginkan,  menghancurkan, mengendapkan, dan mendidihkan (dalam penyulingan) zat-zat  kimia. Selain itu, ia juga menemukan Pycnometer, yaitu alat  laboratorium yang digunakan untuk mengukur berat jenis atau volume  cairan. 
Dalam Kitab Al-Saydalah, Al-Biruni menjelaskan secara rinci  pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan  pentingnya peran farmasi dan fungsinya dalam kehidupan manusia.
Sedangkan Ibnu Sina (980 M-1037 M), antara lain menciptakan Lingkar  Pendingin (Refrigerated Coil) dan Termometer. Lingkar Pendingin  merupakan alat yang berfungsi untuk memadatkan uap wangi. Dan Termometer  merupakan alat untuk mengukur temperatur atau suhu. Dalam bukunya The  Making of Humanity, Robert Briffault menjelaskan, Termometer ditemukan  pertama kali oleh Ibnu Sina pada abad ke-11.
Muhammad Ibnu Zakariya Razi atau yang lebih dikenal dengan nama Ar  Razi (lahir 866 M) antara lain membuat Alat Pengolah Obat-obatan, yaitu  alat yang digunakan untuk mengolah obat-obatan, dan Alat untuk  Melelehkan Bahan atau zat-zat kimia. Peralatan ini dijelaskan secara  panjang lebar oleh Ar-Razi dalam Secretum Secretorumnya.
Ar-Razilah yang  mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia  modern. Pada saat itu, ia menggunakan lebih dari 20 peralatan  laboratorium pada saat itu. Tak hanya itu, ia juga menjelaskan  eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Karena itulah para ilmuwan  dunia menyebut Ar-Razi sebagai ilmuwan pelopor yang menciptakan  laboratorium modern. “Kontribusi Ar-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar  biasa besar,” kata Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy.  Berkat Ar-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
Ar-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia  membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian,  tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil  kreasinya.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah  Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim di era keemasan Andalusia  (Spanyol) ini berhasil menulis buku kimia bertajuk Rutbat Al-Hakim.  Dalam bukunya ia menjelaskan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia.
Al-Majriti juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan  prinsip-prinsip kekekalan masa -yang delapan abad berikutnya  dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Tidak cuma menemukan zat-zat dan senyawa-senyawa seperti asam nitrat,  asam klorida, dan alkohol, para kimiawan Muslim seperti Jabir Ibnu  Hayyan, Al-Razi, Al-Biruni, dan Ibnu Sina, juga memperkenalkan  dasar-dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan  kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.
Kontribusi dan capaian ilmuwan Muslim di era keemasan Kekhalifahan  Islam ini memberikan pengaruh besar bagi pengembangan ilmu kimia di era  modern sekarang ini. Sejarah dunia mencatat bahwa peradaban Islam di era  kejayaannya telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Tidak mengherankan jika Will Durant, ilmuwan Jerman abad ke-18, dalam buku Story of Civilization IV, The Age of Faith,  menyebutkan kemajuan ilmu kimia modern saat ini hampir-hampir  sepenuhnya diciptakan dan dikembangkan oleh peradaban Islam. “Dalam  bidang kimia, peradaban Yunani hanya sebatas melahirkan hipotesis yang  samar-samar. Sedangkan peradaban Islam telah memperkenalkan observasi  yang tepat, eksperimen yang terkontrol, dan catatan atau dokumen yang  begitu teliti,” papar Durant.
Begitulah, para kimiawan Muslim di era Kekhalifahan Islam telah melakukan revolusi luar biasa dalam ilmu kimia.